Etahnews.id | BATAM - Dua kali di konfirmasi hingga surat konfirmasi tertulis telah dilayangkan terkait adanya dugaan pelanggaran Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) atas perkara No.466/Pid-Sus/2024/PN.Btm, Pengadilan Negeri Batam masih memilih bungkam.
"Kepala PN Batam sudah memerintahkan Humas untuk menanggapi konfirmasi bapak-bapak media, hanya Humas mengatakan belum menerima laporan dari Majalis Hakim terkait perkara No.466 tersebut, jadi nanti hari Senin 17/11/2024 baru bisa menanggapi," ujar salah satu petugas Pengadilan Negeri Batam, Jumat(15/11/2024) kemarin.
Namun hingga berita ini diunggah, Humas Pengadilan Negeri Batam masih belum memberikan tanggapan terkait konfirmasi tertulis yang dilayangkan wartawan.
Diberitakan sebelumnya, persidangan kasus KDRT Daniel Marshall Purba di Pengadilan Negeri Batam disinyalir terjadi kejanggalan. Pasalnya, Ketua Majelis Hakim dapat digantikan Hakim Anggota, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selalu berganti-ganti sehingga beberapa poin lanjutan sidang sebelumnya seperti menghadirkan paksa saksi korban tidak pernah dilakukan.
Kemudian Majelis Hakim juga melakukan persidangan marathon selama 5 hari yakni tanggal 15,16,17,18 dan berakhir (Vonis Putusan) tanggal 21 Oktober 2024. Yang lebih parah lagi, pada saat sidang tanggal 15 Oktober 2024 terjadi hingga larut malam yakni pukul 21.40 wib, namun di website Pengadilan Negeri Batam disebutkan pukul 19.00 wib. Hal inilah yang membuktikan bahwa kasus KDRT Daniel Marshal Purba ditangani berbeda atau lebih di istimewakan dari kasus-kasus lainnya oleh Majalis Hakim di Pengadilan Negeri Batam.
Dan pada hari Rabu 7/10/2024 lalu sekitar pukul 15.00 wib, Pengacara Daniel Marshall Purba mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan nomor 466:Pid.Sus/2024/PN Btm tersebut.
Jhon Asron Purba Penasihat Hukum (PK) dan Daniel Marshall Purba kembali melakukan upaya hukum dengan memasukkan surat Peninjauan Kembali (PK) ke bagian administrasi ke PN Batam.
Dalam perbincangan denganh awak media, Jhon Asron Purba bersama Daniel Marshall Purba yang baru 1 Minggu bebas dari Rutan Batam dan telah menjalani hukum 3 bulan 10 hari atas putusan PN Batam itu mengakui sudah mengajukan PK.
Pengacara terdakwa Daniel Marshall Purba, Jhon Asron Purba, mengungkapkan bahwa Majelis Hakim dalam perkara no 466/Pid.Sus/PN.Btm diduga mengangkangi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 160. Pernyataan ini muncul saat sidang berlangsung, di mana saksi korban Shelvia tidak dapat hadir secara langsung karena alasan anaknya sakit.
Sidang yang dipimpin Hakim Yuanne Marietta Rambe, pada saat itu menggantikan Waka PN Batam yang sedang mengikuti Diklat, didampingi oleh hakim Vabiannes Stuart Watimena dan Dina Puspasari.
Dalam Persidangan tersebut juga, Jaksa penuntut umum (JPU) Martua Ritonga dan Abdullah tidak berhasil menghadirkan saksi korban Shelvia langsung di dalam ruang persidangan di PN Batam karena Alasan Anak saksi korban sedang sakit dan dibuktikan dengan surat keterangan , sehingga kesaksiannya disampaikan melalui platform Zoom.
Jhon Asron menegaskan, "Sesuai Pasal 160 KUHAP, saksi harus dipanggil ke dalam ruang sidang satu per satu setelah mendengar pendapat dari semua pihak. Seharusnya Korban adalah saksi pertama yang harus didengar."
Lebih lanjut, Jhon menjelaskan bahwa meskipun sudah ada permintaan dari tim kuasa hukum untuk memanggil saksi korban secara langsung, majelis hakim tetap memutuskan untuk melanjutkan persidangan dengan bukti surat.
"Majelis hakim tetap melanjutkan sidang meskipun kami telah meminta JPU menghadirkan saksi secara langsung. Saksi korban tidak bisa hadir karena anaknya sakit, yang dibuktikan dengan surat keterangan," imbuhnya.
Sidang berlangsung hingga pukul 22.00 WIB, di mana majelis hakim meminta pihak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan dalam waktu kurang dari 20 jam. Jhon menilai, waktu yang diberikan sangat tidak memadai dan diluar kewajaran.
"Ini mustahil dalam waktu kurang dari 20 jam. Ini sudah bertentangan dengan KUHAP Pasal 227," tambahnya. (CentralNews).
Sidang yang dipimpin Hakim Yuanne Marietta Rambe, pada saat itu menggantikan Waka PN Batam yang sedang mengikuti Diklat, didampingi oleh hakim Vabiannes Stuart Watimena dan Dina Puspasari.
Dalam Persidangan tersebut juga, Jaksa penuntut umum (JPU) Martua Ritonga dan Abdullah tidak berhasil menghadirkan saksi korban Shelvia langsung di dalam ruang persidangan di PN Batam karena Alasan Anak saksi korban sedang sakit dan dibuktikan dengan surat keterangan , sehingga kesaksiannya disampaikan melalui platform Zoom.
Jhon Asron menegaskan, "Sesuai Pasal 160 KUHAP, saksi harus dipanggil ke dalam ruang sidang satu per satu setelah mendengar pendapat dari semua pihak. Seharusnya Korban adalah saksi pertama yang harus didengar."
Lebih lanjut, Jhon menjelaskan bahwa meskipun sudah ada permintaan dari tim kuasa hukum untuk memanggil saksi korban secara langsung, majelis hakim tetap memutuskan untuk melanjutkan persidangan dengan bukti surat.
"Majelis hakim tetap melanjutkan sidang meskipun kami telah meminta JPU menghadirkan saksi secara langsung. Saksi korban tidak bisa hadir karena anaknya sakit, yang dibuktikan dengan surat keterangan," imbuhnya.
Sidang berlangsung hingga pukul 22.00 WIB, di mana majelis hakim meminta pihak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan dalam waktu kurang dari 20 jam. Jhon menilai, waktu yang diberikan sangat tidak memadai dan diluar kewajaran.
"Ini mustahil dalam waktu kurang dari 20 jam. Ini sudah bertentangan dengan KUHAP Pasal 227," tambahnya. (CentralNews).