Ajukan Eksepsi, Jhon Asron Purba,SH: "Dakwaan JPU Kejati Kepri Abdul Malik Kalang, Keliru dan Tidak Cermat." Ajukan Eksepsi, Jhon Asron Purba,SH: "Dakwaan JPU Kejati Kepri Abdul Malik Kalang, Keliru dan Tidak Cermat."


Ajukan Eksepsi, Jhon Asron Purba,SH: "Dakwaan JPU Kejati Kepri Abdul Malik Kalang, Keliru dan Tidak Cermat."


Etahnews.id | BATAM
– Sidang kasus terdakwa Daniel Marsshall Purba kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, dengan agenda utama adalah pemeriksaan eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa, dari Kantor Hukum Chris Butarbutar & Partners, Jhon Asron Purba, SH.dan M.yamin.SH.,MH. Selasa (20/08/24).

Eksepsi ini berisi keberatan atas dakwaan yang telah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan sebelumnya.

Dalam persidangan sebelumnya, Selasa (13/8/24) lalu. Abdul Malik Kalang, Jaksa penuntut dari Kejaksaan Tinggi Kepri telah membacakan dakwaan terhadap terdakwa Daniel Marshall Purba MBA, dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT di Pengadillan Negeri Batam.

Dalam dakwaannya, Abdul Malik Kalang,menerangkan bahwa, terdakwa Daniel Marshall melakukan tindakan kekerasan pada Shelvia istrinya yang sudah lama pisah ranjang di ruang meeting Hotel Haris Batam Center, Kota Batam.

Namun Usai mendengarkan dakwaan yang di bacakan JPU tersebut. Terdakwa Daniel Marshall Purba pun membantah segala isi dakwaan JPU tersebut, “luka itu bukan karena dorongan namun akibat dia terjatuh. Lalu kenapa saya harus dikenakan pasal 44 ayat 1 dengan acaman pidana pencara 5 tahun,” kata Marshall dalam pembelaan yang dibacakanya."

Dalam persidangan kali ini, Jhon Asron Purba memaparkan empat poin utama dalam eksepsi yang diajukannya di hadapan ketua majelis hakim Tiwik dengan hakim anggota Yuanne Rambe dan Vabiannes Stuart Watimena di Pengadilan Negeri Batam.

Dakwaan Pertama Primer, Jhon Asron Purba menilai bahwa dakwaan berdasarkan Pasal 5(a) UU No. 23 Tahun 2004 tidak tepat. Ia mengungkapkan bahwa Pasal 5(a) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pasal 6 yang mengatur tentang korban yang mengalami rasa sakit atau luka berat. Oleh karena itu, dakwaan Pasal 44 ayat (1) dianggap tidak memenuhi unsur yang diatur dalam Pasal 143 ayat (3) KUHP.

Dakwaan Pertama Subsider, Dalam hal ini, Jhon Asron Purba menilai bahwa JPU tidak menjelaskan pasal apa yang dilanggar oleh terdakwa sehingga dakwaan Pasal 44 ayat (4) tidak dapat diterima. Menurutnya, tanpa penjelasan yang jelas mengenai pasal yang dilanggar, terdakwa tidak bisa didakwa berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 2004.

Dakwaan Kedua Primer: Kuasa hukum menilai bahwa JPU menjelaskan bahwa terdakwa melanggar Pasal 5(b) UU No. 23 Tahun 2004. Namun, menurut Jhon Asron Purba, Pasal 5(b) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pasal 7. Sehingga, dakwaan Pasal 45 ayat (1) dianggap tidak memenuhi unsur yang diatur dalam Pasal 143 ayat (3) KUHP.

Dakwaan Kedua Subsider: Jhon Asron Purba menilai bahwa JPU tidak menjelaskan pasal yang dilanggar dari UU No. 23 Tahun 2004 tetapi menggunakan Pasal 45 ayat (2) dalam dakwaannya. Ia berpendapat bahwa surat dakwaan ini tidak jelas dan membingungkan.

Selain itu, Jhon Asron Purba juga menegaskan bahwa keempat dakwaan tersebut merujuk pada satu peristiwa yang sama untuk satu orang yang sama, sehingga seharusnya dinyatakan batal demi hukum. Ia mengacu pada Yurisprudensi MARI Nomor 600/K/Pid/1982 yang menyebutkan batalnya surat dakwaan karena obscuur libele atau kabur, serta Pasal 143 ayat (3) KUHAP (Pengertian setelah Putusan Perkara MK Nomor 28/PUU-XX/2022).

Dalam sidang dengan Agenda eksepsi, Penasehat Hukum (PH) Jhon Asron Purba menerangkan bahwa pihaknya keberatan terhadap dakwaan JPU. Pihaknya menilai, dakwaan terhadap kliennya itu tidak cermat.

“Kita keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena dakwaan itu dibuat secara tidak cermat, uraiannya juga tidak lengkap. Di subsider Jaksa itu tidak menyebutkan perbuatan yang dilarang itu apa. Kemudian dia diancam pake pasal apa? Disini JPU tak menyebutkan secara spesifik perbuatan yang dilarang. Misalkan, kalau memukul istri itu pasal berapa, apa hukumannya. Nah kalau ini kan tidak disebut, dituntut dengan pasal yang tidak mendasar,” terang Jhon Asron usai sidang.

Jhon menambakan “Ada surat edaran dari Jaksa agung dari tahun 2008 bahwasannya Jaksa tak boleh mengulangi dakwaan primer dengan subsider. Nah ini dakwaan ke 1, primer dan subsidernya itu copy paste. Sama halnya dengan dakwaan ke 2. Dakwaan primer dengan subsidernya itu urainnya sama tapi menggunakan pasal yang berbeda. Harusnya kan uraian masing-masing. Itulah keberatan yang kita ajukan kepada Majelis Hakim agar bisa dicermati eksepsi kita dengan bijak. Supaya ada keadilan bagi klien kita, Daniel Marshal Purba.” imbuhnya.

Untuk diketahui, perkara ini muncul setelah Shelvia, mantan isterinya melaporkan peristiwa itu ke Polda Kepri pada tanggal 14 September 2022 lalu. Namun untuk melanjutkan pembahasannya, Majelis Hakim yang pun membuat jadwal persidangan berikutnya untuk menindaklanjuti eksepsi yang diajukan dan melihat tanggapan dari pihak JPU pada Selasa (27/08/24) mendatang. (DN).
Lebih baru Lebih lama