Etahnews.id | SIMALUNGUN - Kalau anda pernah menyusuri jalan Provinsi dari Saribudolok - Gunung Meriah, atau sebaliknya, anda akan menemukan jalan “KERAMAT” yang tak kunjung mendapat prioritas perbaikan oleh pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Kenapa disebut jalan “KERAMAT” ? Karena jalan rusak ini, yang membentang hanya sepanjang lebih kurang 5 Kilometer saja, tak pernah mendapat polesan perbaikan. Ia bagaikan dikeramatkan oleh pihak dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, untuk tidak diperbaiki. Sudah puluhan tahun lamanya, kondisi jalan yang membentang dari dusun Panribuan Jahean hingga Desa Saranpadang, yang menjadi ibukota kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang itu, menganga seakan siap sedia menerima korban berjatuhan.
Hampir setiap hari, ada saja pengemudi sepeda motor yang terjatuh disepanjang jalan rusak parah itu, baik penduduk sekitar, maupun para pelintas yang mau berkunjung ke Danau Toba, atau sekedar memotong jalan menuju kota Medan.
Uniknya, jalan ini juga pantas disebut jalan KERAMAT, karena jalan setelahnya (dari dusun Paribuan Jahean - menuju Saribudolok) malah sering mendapatkan sentuhan pengaspalan.
Entah apa yang menjadi dasar pemikiran para dinas terkait, sehingga jalan yang panjangnya hanya sepelemparan batu ini, tak kunjung diperbaiki.
Sangkin KERAMAT-nya, jika anda melalui jalan tersebut menggunakan kendaraan roda empat, maka kecepatan maksimum yang bisa anda capai hanya 10Km/Jam. Yang artinya, untuk melalui jalan sepanjang 5 Km itu saja, anda butuh waktu lebih dari setengah jam.
Lalu, meski itu merupakan jalan Provinsi yang notabene menjadi tanggungjawab Pemprovsu dalam penangannya, sudah sejauh mana peran Pemerintah Kabupaten Simalungan untuk “jemput bola” mengingatkan Dinas PUPR agar segera memperbaiki jalan dari Paribuan Jahean - Saranpadang itu? Bukankah jika jalan itu mulus, wajah Kabupaten Simalungun juga yang terlihat mulus karena daerah jalan rusak itu tepat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang?
Padahal, daerah Dolok Silau adalah daerah pertanian produktif, karena merupakan daerah penghasil sayur mayur dan buah jeruk yang terkenal hingga ke pulau jawa sana. Jika jalannya bagus, bukankah akan berdampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat? Belum lagi, jalan provinsi itu merupakan kalan alternatif penghubung kota Medan menuju Danau Toba yang menjadi destinasi wisata skala prioritas pemerintah pusat.
Dengan kondisi jalan hancur lebur sepanjang 5 Km ini saja pun, setiap weekend, ratusan kendaraan melintas dari jalan tersebut menuju daerah wisata danau toba, yang sebenarnya bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk menjajakan hasil perkebunan dan pertaniannya disepanjang jalan. Tapi karena kondisi jalan rusak, para pelintas enggan berhenti, karena memilih lebih fokus menghindari lubang yang menganga, ketimbang lirik sini dan sana.
Masyarakat curiga, Pemkab Simalungun sebagai pemilik secara administratif daerah tersebut, tidak berani berbuat banyak, karena masih banyaknya jalan rusak di Simalungun ini.
Kalau kondisi ini terus dibiarkan, lama kelamaan jalan tersebut akan diolah oleh masyarakat menjadi lahan pertanian saja. Toh, kondisinya sudah benar-benar memprihatinkan, lama-lama menjadi jalan KERAMAT dalam artian yang sebenarnya.
Apakah harus, masyarakat yang turun tangan langsung ke Istana Negara, meminta bantuan pemerintah pusat, yang mempertegas impotensi kepemimpinan daerah provinsi dan kabupaten simalungun dalam upaya memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, seperti yang dilakukan masyarakat Liang Melas Datas, di Kabupaten Karo sana?
Keberadaan jalan rusak sepanjang 5 Km itu, jelas menunjukkan gerak lambat para pejabat dalam melayani masyarakatnya.